Si Juli

Jadi, bagaimana kabarmu? Hanya dengan melihatnya dari samping, dari balik jendela ruang tamu kostnya, di atas motornya, menunggu sambil bersungut-sungut saja sudah mampu membawakan kehangatan untuk seluruh tubuhnya.

Aku melihatmu, di tempat di mana aku menginginkanmu ada.

Aku melihatmu, dengan wajah yang masih sama seperti apa yang aku ingat.

Aku melihatmu, tanpa ada yang berubah dariku.

“Kebiasaan, selalu lama.”

“Siapa suruh dadakan.” Padahal, Nadin sudah menunggu selama sepuluh menit di ruang tamu sampai akhirnya pria itu, Raka, tiba di depan rumah kostnya. Menambahkan tujuh menit lagi untuk memandangnya lebih lama sebelum akhirnya membuka pintu.

“Makan dulu lah, lapar kelamaan nungguin Tuan Putri”

“Mie ayam”

“Mie ayam. Nad, ah..”

Mereka berdua saling pandang dan tertawa. Masih sama ternyata.

***

“Memangnya berbuat baik itu salah ya, Nad?”

“Tergantung seberapa baik kamu”

“Menurutmu aku gimana?”

Nadin mengalihkan pandangan dari handphonenya, bacaannya. Kemudian memandang lawan bicaranya, menimbang akan mengatakan hal seperti apa, karena tampaknya lelaki di depannya ini sedang serius. Ia sudah lama sebenarnya menunggu pertanyaan semacam ini. Ingin sekali membahas hal ini dengan manusia terlalu baik di hadapannya. Begitu Nadin menyebut Raka, Si Manusia Terlalu Baik.

           

 “Kamu sadar tidak sih kalau standar baikmu ke orang lain itu berlebihan?”

“Tidak. Aku hanya ingin memberikan yang terbaik dariku untuk mereka. Apa itu salah?”

“Jelas salah. Tidak perlu memberikan yang terbaik untuk semua orang. Mereka akan berharap begitu banyak padamu, sementara kamu tidak mungkin selamanya ada untuk mereka. Benar, tidak?”

“Padahal aku tidak bermaksud..”

“Memangnya kamu tidak pernah kecewa? Sudah mengusahakan begitu banyak terhadap sesuatu, ternyata mereka tidak melihatnya sebagai sesuatu yang selalu kamu usahakan. Jangan menyakiti diri sendiri, Ka. Kamu tidak perlu menjadi baik untuk semua orang.”

            Nadin tidak tahu jika saat ini Raka dibuat kalut setengah hidup. Kenapa bisa semenusuk itu sih, Nad?. Banyak hal yang ingin dibenarkan Raka, hanya saja ia terlalu gengsi jika harus mengakuinya langsung. Raka tahu, mengikuti manusia rumit ini justru akan menelanjanginya satu per satu. Belum ada yang berani mengatakan bahwa tindakan kebaikannya selama ini salah, di saat dia mati-matian menyatakan diri sebagai yang paling mengusahakan.

            “Kamu akan sering merasa kecewa jika selalu memberikan yang terbaik untuk seseorang. Kamu juga akan sering dalam posisi diinginkan seseorang ketika kamu tidak begitu mengingikannya, iya kan? Berbuat baik itu tidak salah, Ka, hanya saja tidak semua orang bisa melihat itu sebagai bentuk tulus sebuah kebaikan.”

            “Kenapa sih, Nad?”

            “Apa?”

            Raka memandang wanita itu beberapa detik hingga Nadin mengangkat sebelah alisnya dengan maksud bertanya. Alih-alih menjawab, Raka justru mengacak rambutnya hingga berantakan. “Sialan!” umpat Nadin sambil melemparkan potongan kerupuk ke wajah Raka. Nadin tersenyum. Rupanya kalimat yang diucapkannya tadi menyenggol ego Si Manusia Baik itu, haha.

           


Komentar